Sejarah Wing
Chun Kuen
Diterjemahkan dari buku "Wing Tsun Kuen"
Oleh: Master Leung Ting
10th Level M.O.C
©Copyright 1978, International Wing Tsun Leung Ting Martial-Art Association,
International Headquarters, Hong Kong
Diterjemahkan dari buku "Wing Tsun Kuen"
Oleh: Master Leung Ting
10th Level M.O.C
©Copyright 1978, International Wing Tsun Leung Ting Martial-Art Association,
International Headquarters, Hong Kong
Peristiwa
Dibakarnya Kuil Shao Lin
Pada masa
Cina dijajah oleh bangsa Manchuria (Dinasti Ching),
saat Kaisar Yung Cheng1berkuasa
(1723-1736), terjadi peristiwa dibakarnya Kuil Shao Lin, yang
berada di Gunung Sung, Propinsi Honan. Peristiwa
tersebut terjadi sekitar 300 tahun yang lalu, saat kuil ini sedang dikepung
oleh tentara pemerintah Manchuria.
Saat itu pemerintahan Manchuria
takut akan perkembangan kung fu di Kuil Shao Lin yang semakin lama semakin kuat
dan juga karena kuil ini dianggap sebagai pusat gerakan pemberontakan2 melawan
penjajah Manchuria. Pemerintah mengirim pasukan yang dipimpin oleh Chan
Man Yiu, Wong Chun May, dan Cheung King Chow untuk
menyerang kuil ini. Serangan demi serangan selalu mengalami kegagalan. Chan Man
Yiu kemudian bekerja sama dengan para pengkhianat dari Kuil Shao Lin, salah
satunya adalah PendetaMa Ning Yee, dan membakar Kuil Shao Lin secara
diam-diam. Banyak penghuni Shao Lin, pendeta, murid calon pendeta, maupun
murid-murid yang bukan calon pendeta mati terbakar. Walaupun demikian tidak
semuanya mati, beberapa berhasil lolos dari peristiwa ini. Mereka yang berhasil
lolos di antaranya adalah Pendeta Wanita Ng Mui, Pendeta
Chi Sin, Pendeta Pak Mei, Master Fung To Tak, dan Master
Miu Hin3, dan juga beberapa orang murid, yang paling
terkenal di antaranya adalah Hung Hay Kwun (Hung
Si Kuan),Fong Sai Yuk (Fang Se Yu)4, Luk
Ah Choy, dan lain-lainnya. Kelima pendeta/master ini adalah lima guru yang
mewakili lima gaya kung fu Shao Lin.
Pendeta Chi Sin yang mempunyai murid
paling banyak memimpin pelawanan terhadap pemerintahan Manchuria. Pendeta ini
bersama dengan beberapa orang murid kesayangannya, yaitu Hung Hay Kwun, Tung
Chin Kun, dan Tse Ah Fook, menjadi buronan pemerintah. Agar
tidak tertangkap, Pendeta Chi Sin memerintahkan murid-muridnya untuk menyamar,
lalu ia sendiri menyamar menjadi juru masak di Perahu Merah/The Red Junk5. Sementara itu Master Miu Hin, anaknya
perempuannya, Miu Tsui Fa, dan cucunya, Fong Sai Yuk, bersembunyi
untuk sementara waktu di kalangan suku minoritas Miao dan Yao,
yang berlokasi di antara propinsi Sze Chuan dan Yunnan.
Mereka kemudian berkeliling dan melakukan banyak hal sehingga melahirkan
legenda-legenda fantastis, di antaranya adalah "Fong Sai Yuk menantang
sang juara bertahan turnamen kung fu".
Pendeta Wanita Ng Mui adalah
satu-satunya master wanita dari Shao Lin dan yang tertua dari kelima master
tersebut. Ia lebih toleran terhadap pemerintah Manchuria daripada keempat
saudara seperguruannya ini. Walaupun demikian kadang-kadang ia juga menggunakan
kung fu-nya untuk menegakkan keadilan. Ng Mui pergi berkeliling Cina,
perjalanannya ini melahirkan legenda "Ng Mui membunuh Lee Pa Shan di hamparan bunga plum6". Ia
lalu mengundurkan diri dan bersumpah untuk tidak terlibat lagi dalam
peristiwa-peristiwa kekerasan. Ia kemudian menetap di Kuil Bangau Putih yang
terletak di gunung Tai Leung (juga disebut gunung Chai
Ha), di antara propinsi Yunnan dan Sze Chuan. Ia berkonsentrasi mendalami
Zen Buddhisme, sebuah sekte Buddha yang dikembangkan olehBodhidharma7,
dan juga ilmu kung fu sebagai hobby yang amat disukainya. Ng Mui, seperti juga
yang lainnya, tidak pernah melupakan pengalaman pahit peristiwa kebakaran dan
pengkhianatan di Kuil Shao Lin. Ia juga khawatir akan pengejaran yang dilakukan
oleh para pengkhianat dan pasukan pemerintah Manchuria. Ia sadar akan kesulitan
yang akan dialaminya jika suatu saat bertemu dengan para pengkhianat yang juga
telah menguasai ilmu bela diri Shao Lin tersebut. Ia sadar bahwa pengetahuan
teoritis bela dirinya sejajar dengan mereka, dan suatu saat kemampuan fisiknya
akan kalah dengan para pengkhianat yang jauh lebih muda darinya. Untuk
mengatasi hal ini, cara satu-satunya adalah dengan menciptakan sebuah teknik
bertarung baru yang mampu mengatasi teknik-teknik bertarung Shao Lin.
Pertanyaannya adalah apa teknik baru itu dan bagaimana menciptakannya?
Lahirnya Teknik Bertarung Baru
Suatu saat Ng Mui menyaksikan
pertarungan antara seekor rubah dan seekor bangau liar besar. Rubah itu
berjalan mengitari bangau mencari kesempatan untuk menyerang, sementara bangau
diam di tengah dan berputar-putar untuk menghadapi rubah. Setiap kali rubah
menyerang dengan cakarnya, bangau menghalau dengan sayapnya dan pada saat yang
sama balik menyerang dengan paruhnya. Rubah tersebut memanfaatkan kelincahannya
untuk menghindar dan menyerang tiba-tiba dengan cakarnya. Demikian perkelahian
ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama hingga Ng Mui mendapatkan inspirasi
untuk mengembangkan teknik pertarungan baru. Siapa di antara bangau dan rubah
yang menjadi pemenang tidaklah penting. Ng Mui berkonsentrasi untuk
menyesuaikan gerakan cakar rubah dan sayap bangau menjadi gerakan manusia. Ia
berhasil menciptakan satu set gerakan tempur yang tetap mempertahankan gerakan
rubah dan bangau tetapi sesuai dengan gerakan manusia.
Gerakan kung fu Shao Lin yang
menitik beratkan pada suatu pola tetap, terlalu rumit untuk Ng Mui. Dalam
teknik barunya ini ia menitikberatkan pada kesederhanaan gerak dan
keanekaragaman kegunaan. Hal ini cukup menyimpang dari teknik-teknik Shao Lin.
Dengan kata lain, dari sepuluh set atau lebih gerakan Shao Lin, satu dan
lainnya hanya berbeda sedikit, hanya akan memberikan latihan stereotip bagi
para anak didik. Sistem baru ciptan Ng Mui ini terdiri dari beberapa gerakan
sederhana yang digabungkan, dan setelah mengalami beberapa perbaikan dan
penyempurnaan, dibagi menjadi tiga jurus dan satu set gerakan berlatih
menggunakan "orang-orangan kayu". Terlebih lagi dalam gaya Shao Lin,
banyak gerakan yang memiliki pose menarik dan nama yang indah, seperti
"Tarian Naga dan Pheonix", "Tongkat Master Tao", dan
"Singa Keluar Dari Gua", tetapi dalam pertempuran yang sesungguhnya
tidak dapat diprektekkan. Kebalikannya, dalam teknik baru ini, setiap gerakan
adalah gerakan tempur yang sesungguhnya dan sangat praktis. Sudah tidak ada
lagi gerakan-gerakan dan pose-pose indah yang hanya berguna untuk menarik
perhatian. Gerakan-gerakan ini memiliki nama-nama yang sesuai dengan kegunaan
dan bentuk gerakannya, seperti "Telapak Tangan Menghadap Ke Atas",
sebuah nama yang sangat jelas menunjukkan gerak tangan yang diwakilinya.
Perbedaan lainnya adalah dalam
teknik Shao Lin terlalu banyak menekankan latihan fisik. Seorang murid harus
berlatih kuda-kuda yang kuat selama dua atau tiga tahun sebelum ia dapat
melanjutkan pelajaran. Dalam teknik barunya, Ng Mui lebih menekankan penggunaan
metode dalam mengalahkan musuh daripada dengan menggunakan kekuatan. Memang
dalam metode ini perlu juga melatih kekuatan, tetapi dalam pertempuran yang
sesungguhnya, yang terpenting adalah menerapkan metode yang tepat untuk
masing-masing keadaan, dan juga untuk masing-masing lawan. Untuk keperluan ini,
para pengikut akan dibekali dengan beragam teknik gerakan tangan, kuda-kuda,
dan gerak langkah yang fleksibel. Dengan kata lain, dalam pertempuran yang
sesungguhnya, gaya Shao Lin akan menggunakan gerakan tangan dan kuda-kuda
lebar, sementara teknik baru ini akan menggunakan langkah kaki yang mengejar
dan teknik bertempur jarak dekat. Dalam gaya Shaolin, kuda-kuda yang paling
sering digunakan adalah "kaki depan sebagai busur dan kaki belakang
sebagai anak panah" atau disebut juga kuda-kuda depan, sementara dalam
teknik baru ini menggunakan kuda-kuda "kaki depan sebagai anak panah dan
kaki belakang sebagai busur" atau disebut juga kuda-kuda belakang.
Kuda-kuda belakang ini memungkinkan diterapkannya teknik "tendangan
menghujam ke depan" yang cepat untuk menyerang tempurung lutut orang-orang
yang menggunakan kuda-kuda depan, dan dapat mundur dengan cepat, jika kaki
depannya sendiri diserang.Teknik baru ini akhirnya membuktikan ketidakefektifan
gaya-gaya lebar Shao Lin.
Yim Wing Chun Yang Jelita
Nona Yim Wing Chun adalah
penduduk asli propinsi Kwang Tung. Setelah ibunya meninggal, ia
tinggal berdua dengan ayahnya, Yim Yee. Sejak kecil ia telah dijodohkan
dengan Leung Bok Chao, seorang pedagang garam dari propinsi Fu
Kien (Hok Kian). Sebagai murid Shao Lin, Yim Yee berusaha
menggunakan kung fu-nya untuk menegakkan keadilan. Dengan demikian ia sering
terlibat dalam urusan pengadilan. Agar tak ditangkap, ia mengajak anak
perempuannya melarikan diri ke perbatasan antara propinsi Yunnan dan Sze Chuan
dan menetap di kaki gunung Tai Leung. Mereka hidup dari hasil penjualan tahu di
pasar. Yim Wing Chun tumbuh menjadi seorang gadis lincah, dan cantik. Keatraktifannya
ini akan mengakibatkan masalah di kemudian hari.
Ada seorang preman lokal bermarga Wong yang
terkenal bertabiat buruk. Karena kemampuan kung fu-nya dan juga karena tangan
hukum begitu lemahnya di daerah terpencil ini, ia ditakuti oleh penduduk
setempat. Karena tertarik dengan kecantikan Yim Wing Chun, ia mengirimkan
perantara untuk melamar gadis ini, dengan ancaman jika ditolak, ia akan memaksa
Wing Chun menikahinya. Ayah Wing Chun sudah tua dan Wing Chun sendiri adalah
gadis yang lemah. Oleh karena itu mereka sangat khawatir dan tidak tahu apa
yang harus dilakukan.
Sementara itu, Pendeta Wanita Ng
Mui, yang tinggal dekat desa ini, sering mengunjungi pasar desa. Setiap kali ia
lewat di kios tahu Yim Yee, ia selalu mampir dan berbelanja. Dengan demikian,
mereka menjadi saling mengenal. Suatu hari, saat ia berbelanja, ia
memperhatikan ada sesuatu yang tidak biasa pada ekspresi ayah dan anak ini.
Ketika ditanyakan, mereka menceritakan masalah tersebut kepada Ng Mui.
Pengakuan ini membangkitkan kembali rasa keadilan dalam diri Ng Mui yang sudah
lama dipendam. Ia memutuskan untuk membantu Yim Wing Chun, tetapi tidak dengan
melawan Wong, suatu hal yang pasti dilakukannya sebelum mengundurkan diri.
Alasannya adalah bahwa ia tidak ingin menunjukkan identitas aslinya sebagai
pendekar Shao Lin, dan juga karena tidak layak baginya, sebagai seorang ahli bela
diri terkenal dari Shao Lin, bertarung melawan preman tak ternama dari sebuah
desa terpencil. Ia memutuskan untuk mengajari teknik bela diri ciptaannya
kepada Yim Wing Chun. Bagi Wing Chun sendiri, ilmu bela diri bukan sesuatu yang
aneh, karena ayahnya adalah murid Shao Lin. Selama ini Wing Chun merasa belum
perlu mempelajari ilmu ayahnya. Kini dengan panduan Ng Mui, sang master wanita
dari Shao Lin, dan juga karena kepandaian dan kerja kerasnya, ia berhasil
menguasai teknik ini dalam waktu tiga tahun.
Pada suatu hari Ng Mui memberitahu
bahwa Wing Chun sudah menguasai semua teknik-teknik ciptaannya dan
diperbolehkan kembali ke rumah ayahnya dan menyelesaikan masalah dengan Wong.
Sekembalinya ia ke rumah ayahnya, preman tersebut mulai menggodanya lagi. Kali ini
Wing Chun menantangnya berkelahi. Wong terkejut, tetapi menerima tantangan ini.
Ia sangat yakin dapat mengalahkan Wing Chun dan menikahinya, tetapi dalam
pertarungan tersebut ia dikalahkan oleh Wing Chun. Sejak saat itu, Wong tak
berani lagi mengganggu Wing Chun. Setelah peristiwa ini, Wing Chun terus
berlatih teknik ini, tetapi Ng Mui merasa kehidupan di kaki gunung Tai Leung
terlalu monoton dan pergi berkelana. Ia berpesan pada Wing Chun untuk menjaga
peraturan Shao Lin dan berhati-hati dalam meneruskan teknik ini agar tidak
jatuh ke tangan orang-orang yang tak pantas.
Leung
Jan Dari Fat Shan
Di
masa tuanya Leung Yee Tei meneruskan teknik-teknik Wing Chun dan tongkat
panjang enam setengah point ke Leung Jan, seorang tabib terkenal dari Fat Shan,
satu dari empat kota terkenal di propinsi Kwang Tung, Cina selatan. Fat Shan
yang merupakan persilangan dari beberapa jalur transportasi ramai dekat Sungai
Mutiara, adalah sebuah kota perdagangan yang terkenal dan berpenduduk padat.
Banyak pejabat pemerintah, pedagang-pedagang besar, buruh, dan orang-orang
biasa tinggal di sini. Leung Jan, pemilik sebuah toko obat ramuan tradisional,
dibesarkan dalam keluarga yang baik, berpendidikan, dan sopan. Selain mengurus
Toko Obat Jan Shan di Jalan Sumpit di Fat Shan, ia juga membuka praktek tabib.
Ia cukup profesional dalam bidang ini, dan dipercaya oleh masyarakat
sekitarnya. Bisnisnya maju. Di waktu senggang ia suka membaca buku, dan juga
seni bela diri. Ia tak ingin sembarangan memilih guru untuk belajar bela diri.
Ia tak menyukai jurus dan kuda-kuda lebar yang terlihat ganas. Sistem yang
menitik beratkan kekuatan fisik dan kasar tidak disukainya, demikian juga
dengan gaya-gaya indah tetapi tidak praktis untuk perkelahian. Yang ia inginkan
adalah gaya yang praktis dan bermanfaat, walaupun sederhana. Bertahun-tahun ia
mencari guru dan sistem bela diri yang ideal, hingga pada suatu saat ia bertemu
dengan Leung Yee Tei dan belajar teknik Wing Chun darinya.
Dalam
waktu yang tak terlalu lama, Leung Jan telah dijuluki "Raja Kung Fu Wing
Chun". Ketenarannya ini menarik perhatian para penantang. Orang-orang
ambisius memaksa bertarung dengannya, tetapi semuanya dikalahkan dengan cepat.
Jika orang-orang mendengar nama Leung Jan, mereka akan mengingat gelarnya
"Raja Kung Fu Wing Chun" dan peristiwa ia mengalahkan lawan-lawannya.
Sampai sekarangpun para generasi tua masih membicarakan tentangnya dengan penuh
semangat.
Wah
Si Manusia Kayu, Leung Tsun, Dan Wah Si Penukar Uang
Ketertarikan
Leung Jan terhadap Wing Chun memaksanya untuk menerima beberapa orang murid,
termasuk kedua anaknya, Leung Tsun dan Leung Bik. Walaupun demikian ia tidak
pernah menganggap dirinya sebagai pengajar profesional. Ia mengajari mereka
Wing Chun setiap sore hari setelah selesai mengurus tokonya.
Di
antara murid-muridnya ada seorang yang dijuluki Wah Si Manusia Kayu. Nama ini
didapatnya karena sepasang tangannya yang kuat dan sekeras kayu. Ia sering
mematahkan orang-orangan kayu pada saat latihan. Setiap sore, ia belajar Wing
Chun bersama saudara-saudara seperguruannya dibawah bimbingan Leung Jan.
Di
sebelah toko Leung Jan, ada kios penukaran uang milik Chan Wah Sun, yang
dijuluki Wah The Money Changer (Wah Si Penukar Uang). Ia sangat ingin belajar
kung fu dan ingin belajar dari guru kung fu terkenal. Karena kiosnya tepat di
sebelah toko obat Leung Jan yang sangat dikaguminya, ia sangat ingin meminta
Leung Jan untuk menerimannya menjadi murid. Tetapi karena Leung Jan adalah pria
terhormat dari keluarga terkenal dan juga pemilik toko yang cukup berada, Wah
Si Penukar Uang merasa malu untuk meminta Leung Jan mengajarinya. Lagi pula ia
tidak tahu apakah Leung Jan bersedia menerimanya atau tidak. Tetapi
keinginannya yang kuat dan rasa hormatnya terhadap Leung Jan memberikan harapan
besar baginya. Setiap hari sesudah segala pekerjaan selesai dan jalan mulai
sepi, ia mengendap-endap ke pintu Leung Jan dan mengintipnya mengajar kung fu
dari celah pintu. Leung Jan menjadi idolanya. Setiap gerakan tangan dan kakinya
ia pelajari baik-baik dan sangat membekas pada dirinya. Semakin hari
keinginannya untuk belajar menjadi semakin tebal.
Suatu
hari ia merasa sudah saatnya untuk datang pada Leung Jan dan memintanya
mengajari kung fu. Tepat seperti dugaannya Leung Jan menolak dengan halus. Ia
kecewa, tetapi tidak putus asa. Ia memikirkan cara untuk memenuhi keinginannya.
Pada saat Leung Jan sedang tidak berada di tokonya dan Leung Tsun, anak tertua
Leung Jan, sedang sendirian, Wah Si Manusia Kayu membawa seseorang datang ke
toko obat Leung Jan. Orang ini sesungguhnya adalah Wah Si Penukar Uang. Leung
Tsun, yang merasa lebih hebat, menerima tantangan ini, untuk menguji seberapa
tinggi pengetahuan sang murid gelap ini. Leung Tsun sesungguhnya tidak segiat
saudara seperguruannya, Wah Si Manusia Kayu, dalam mempelajari Wing Chun.
Segera setelah kedua tangan mereka bersentuhan, Wah Si Penukar uang sadar bahwa
lawannya tidak sehebat yang ia duga. Pada suatu ketika Wah Si Penukar Uang
berhasil memasukkan sebuah pukulan lurus dan Leung Tsun pun terjatuh tepat
menimpa kursi kesayangan ayahnya. Patahlah salah satu kaki kursi itu. Mereka
takut dimarahi oleh Leung Jan oleh karena itu mereka lalu berusaha menyambung
kembali kaki kursi itu.
Catatan:
- Menurut kisah yang diceritakan oleh Grandmaster Yip Man, peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Kang Hsi, sekitar 50 tahun sebelum Yung Cheng. Tetapi menurut fakta-fakta sejarah, lebih tepat jika peristiwa ini terjadi pada jaman pemerintahan Kaisar Yung Cheng.
- Suatu gerakan perlawanan terhadap penjajahan Manchuria yang bersemboyan "Jatuhkan Dinasti Ching Dan Bangkitkan Kembali Dinasti Ming (Pan Ching Fu Ming)". Gerakan ini adalah cikal bakal dari organisasi Mafia Cina TRIAD yang ada sekarang.
- Ada dua versi mengenai kelima master yang selamat dari kebakaran ini. Versi Martial Arts Circle dan versi TRIAD. Dalam versi TRIAD mereka yang selamat adalah: Choy Tak Thung, Fong Tai Hung, Wu Tak Tei, Ma Chiu Hing, dan Li Sik Hoy. Mereka semuanya adalah pria. Versi yang dipakai dalam cerita ini adalah versi Martial Arts Circle.
- Hung Hei Kwun adalah pendiri aliran Hung Gar Kung Fu (Hung Kuen), dan Fong Sai Yuk adalah pendiri aliran Five Pattern Hung Kuen.
- Perahu merah adalah perahu jung Cina berdasar rata yang dipakai sebagai alat transportasi oleh rombongan teater Opera Cina atau Opera Kanton. Perahu ini dicat merah seluruhnya dan diberi banyak hiasan.
- Hamparan bunga plum adalah patok-patok kayu setinggi manusia (sekitar 1,6 meter) yang ditanam di tanah. Jika dilihat dari atas, patok-patok ini akan tampak seperti kelopak bunga plum. Di antara patok-patok tersebut ditanam pisau-pisau dengan ujung tajam mengarah ke atas.
- Bodhidharma adalah seorang pendeta Budha yang datang dari India pada jaman Dinasti Liang (503-557). Ia mengembangkan aliran Zen Buddhisme di Cina dan dipercaya sebagai pencipta kung fu Shao Lin. Tetapi menurut penelitian, kung fu sudah terdapat di Cina sejak jaman kaisar Huang Ti (2698 Sebelum Masehi).
sumber : http://wingchun.50megs.com/
0 komentar:
Posting Komentar